Sidang Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ini hari mendatangkan saksi memudahkan yakni pakar pidana dari Kampus Hasanuddin Said Karim. Dalam kesaksiannya, Said menjawab masalah perintah bantai Sambo yang diartikan salah oleh pengawalnya.
Said menjelaskan, bisa saja perintah itu diartikan salah oleh beberapa pengawalnya. Hingga, menurutnya, hal itu mengakibatkan berlangsungnya penembakan pada Brigadir Yosua.
Kenali 4 Faedah Konsumsi Buah Semangka untuk Kecantikan Kulit
Said memandang beberapa pengawal Sambo bisa saja pahami perintah bantai dari bos mereka sebagai perintah tembak. Karena, katanya, waktu itu beberapa pengawal Sambo sedang bawa senjata api.
“Pada kondisi penganjur dan menyarankan untuk satu tindakan, ucapkanlah dalam masalah ini, yang diminta bisa jadi pahami perintah ‘hajar’ sebagai ‘tembak’,” tutur ia.
Dengan begitu, Said menyebutkan Ferdy Sambo bisa jadi tidak bisa dijaring hukum. Karena, menurutnya, tindakan pidana yang sudah dilakukan oleh anak buah Sambo tidak berdasar apa yang bekas Kadiv Propam Polri itu perintahkan.
“Jika dari salah tafsiran itu memunculkan tindakan hukum. Toh yang bertanggungjawab semestinya ialah yang lakukan tindakan itu,” tutur ia.
Said menjelaskan sesudah menyaksikan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ia tidak menyaksikan persamaan kata dari bantai ialah tembak.
Ferdy Sambo bersama istrinya Putri Candrawathi jadi tersangka kasus pembunuhan merencanakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua. Selainnya ke-2 nya, dua pengawalnya yakni Richard Eliezer dan Ricky Rizal jadi terdakwa. Seorang terdakwa yang lain ialah Kuat Ma’ruf yang disebut pendamping rumah tangga Sambo.
Sambo dan Putri dituduh sudah lakukan pembunuhan pada Yosua. Dalam surat tuduhan dengan ketebalan 97 halaman, Sambo memperoleh dua tuduhan. Pada tuduhan pertama, Beskal Penuntut Umum (JPU) menangkap bekas Kepala Seksi Karier dan Penyelamatan Polri itu dengan Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 KUHP. Dalam tuduhan ini Sambo ditunjuk turut serta dalam pembunuhan merencanakan Brigadir J.
Pada tuduhan ke-2 , Sambo dijaring masalah menghalangi penegakan hukum atau obstruction of justice dengan hilangkan alat bukti rekaman CCTV di lokasi pembunuhan Brigadir J. Sambo dijaring dengan Pasal 49 subsidair Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 33 dan 32 ayat 1 Undang-Undang Info dan Transaksi bisnis Electronic juncto Pasal 55 KUHP. Beskal memakai Pasal 223 subsidair Pasal 221 ayat 1 juncto Pasal 55 KUHP.
Beskal dalam dakwaannya menyebutkan jika rencana pembunuhan Yosua dilaksanakan di dalam rumah Saguling. Waktu itu, Sambo sempat panggil Bripka Ricky Rizal Wibowo dan bertanya kesiapannya untuk tembak Yosua.
“Kamu berani tidak tembak ia (Yosua)?” kata Sambo seperti pada tuduhan beskal.
Keinginan Sambo itu ditampik Ricky dengan argumen tidak kuat psikis. Sambo selanjutnya memerintah Ricky panggil Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Ke Richard, Sambo bertanya hal sama yang ia tanya ke Ricky awalnya. Richard juga bersedia perintah Sambo itu dengan menjawab, “Siap komandan.”
Pada pertemuan tersebut, Sambo disebutkan mempersiapkan peluru yang hendak dipakai oleh Richard untuk tembak Yosua.